Wilujeung Sumping
.
Bilih kirang tata kirang titi duduga peryoga cologog sareng sajabina. Maklum ciri sabumi cara sadesa, bilih aya cara nukacandak ti desa nu kabantun ti kampung nukajingjing ti patepi-an, Hampura kasadayana nu ku kuring dianggap dulur. Kuring mah jalma bodo, teu ngarti kana elmu2 nu dicaritakeun ku kuring dina postingan ieu…Hampura kuring bilh mipit teu amit ngala teu menta kasadur ka tandur...mugi ageung hampura jembarmanah bilih teu sapuk sareng mamanahan. Punten nu kasuhun. ka sadaya baraya sa desa, dulur nu salembur,wargi sa nagri

Martabat Alam Tujuh

Martabat Alam Tujuh


Khusus di Nusantara, ajaran Martabat Alam Tujuh, dikembangkan oleh beberapa ulama antara lain Kyai Hajar Padang dalam bukunya yang berjudul Layang Muslimin dan Muslimat. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa proses kejadian alam semesta ini dan segala isinya diciptakan melalui tujuh martabat (tingkatan), yang dapat diuraikan secara ringkas sebagai berikut :

1. MARTABAT AHADIYAT
Martabat Ahadiyat adalah Martabat Dzat Allah yang tidak dapat diumpamakan dengan apapun atau Martabat Dzat Yang Laisa Kamislihi Syai’un, yaitu Dzat yang tidak bernama, tidak berwarna, tidak bewujud, tidak merah, tidak hitam, tidak gelap, tidak terang, tidak di barat, tidak di timur, tidak di atas, tidak bawah serta tidak dapat diumpamakan dengan apapun.

2. MARTABAT WAHDAT
Martabat Wahdat adalah Alam Dzat Allah yang telah mempunyai sifat. Wujudnya adalah terang yang disebut Jauhar Awal artinya Cahaya Pertama, Cahaya Pertama ini juga disebut dengan Hakikat Nur Muhammad. Para Wali di Tanah Jawa menyebut hakikat Nur Muhammad dengan istilah Segara Hidup atau Sejatining Syahadat karena di alam tersebut terjadi persatuan atau bergulungnya antara Dzat dan sifat Allah dengan Muhammad dalam hakikatnya.

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS Al Ahzab 33 : 40)

“Aku Ahmad tanpa huruf Mim, dan aku ‘Arabi tanpa huruf ‘Ain. Barang siapa yang melihat aku sungguhnya ia telah melihat Al Haq”. (Hadits)

“Yang petama kali diciptakan adalah Nur Nabimu, wahai Jabir”. (HR Ahmad)

3. MARTABAT WAHIDIYAT
Alam Wahidiyat adalah Martabat Asma Allah Yang Maha Suci yang merupakan emanasi (pancaran) dari Jauhar Awal yang berupa Empat Cahaya :
a). Narun artinya Cahaya Merah
b). Hawaun artinya Cahaya Kuning
c). Maun artinya Cahaya Putih
d). Turobun artinya Cahaya Hitam

Keempat cahaya tersebut dinamakan juga dengan nama Nur Muhammad atau hakikatnya Adam yang termanifestasikan menjadi Asma Allah :
a) Cahaya Merah menjadi hakekat huruf Alif
b) Cahaya Kuning menjadi hakikat huruf Lam Awal
c) Cahaya Putih menjadi hakikat huruf Lam Akhir
d) Cahaya Hitam menjadi hakikat huruf Ha
e) Cahaya Pertama (Jauhar Awal) menjadi hakikat tanda Tasjid.

Secara syariah, ke empat pancaran cahaya tersebut termanifestasikan menjadi lafadz Allah. Dari keempat Cahaya tersebut juga keluar emanasi Cahaya yang menjadi cikal bakal Tujuh Langit dan Tujuh Bumi beserta isinya.

4. MARTABAT ARWAH
Alam Arwah adalah Martabat Af’alnya Allah SWT yang telah menjadikan Alam Dunia. Proses kejadian Alam Semesta dalam Martabat Alam Arwah dapat diumpamakan sebagai berikut :

Dari Jauhar Awal memancar Empat Cahaya yaitu :
Narun (Cahaya Merah) diibaratkan selubung kaca merah.
Hawaun (Cahaya Kuning) diibaratkan selubung kaca kuning
Maun (Cahaya Putih) diibaratkan selubung kaca putih
Turobun (Cahaya hitam) diibaratkan selubung kaca hitam.

Selubung kaca yang empat warna tersebut di cahayai oleh Jauhar Awal (Cahaya Pertama) sehingga terjadi empat bayangan warna yang hakikatnya adalah proses terjadinya empat anasir dasar penciptaan Alam Semesta yaitu :
a) Dari selubung Kaca Merah memancarkan Bayangan warna Merah yang berproses menjadi Anasir Api di Alam Semesta.

b) Dari selubung Kaca Kuning memancarkan Bayangan warna Kuning yang berproses menjadi Anasir Angin (udara) di Alam Semesta.

c) Dari selubung Kaca Putih memancarkan Bayangan warna Putih yang berproses menjadi Anasir Air di Alam Semesta.

d) Dari selubung Kaca Hitam memancarkan Bayangan warna Hitam yang berproses menjadi Anasir Tanah di Alam Semesta.

Dengan kekuasaan Allah maka terciptalah alam semesta yaitu Jagad Besar (Alam Kabir). Proses tersebut menunjukan bahwa kejadian Alam Semesta ini berasal dari proses emanasi Nur Muhammad.

5. MARTABAT AJSAM
Alam Ajsam adalah Martabat Manusia setelah terciptanya alam semesta. Ketika Allah hendak mengutus Khalifah-Nya maka diproseslah terlebih dahulu unsur-unsur dasar pembuatan wadahnya sebagai tempat bersemayamnya Roh-Ku yaitu :

Saripati Bumi diproses menjadi Kulit bulu Manusia Adam
Saripati Api diproses menjadi Darah Daging Manusia Adam
Saripati Air diproses menjadi Urat Balung Manusia Adam
Saripati Angin diproses menjadi Otot Sumsum Adam

Kemudian dengan kekuasaan Allah maka terjadilah Dalil Muhammad yaitu huruf Mim, Ha, Mim, dan Dal yang merupakan perwujudan dari Cahaya Muhammad, yaitu :

Cahaya Hitam menjadi hakikat lafadz Mim awal
Cahaya Putih menjadi hakikat lafadz Ha
Cahaya Kuning menjadi hakikat lafadz Mim akhir
Cahaya Merah menjadi hakikat lafadz Dal
Cahaya Pertama (Jauhar Awal) menjadi hakikat tanda Tasjid.

Keempat Cahaya tersebut secara syariat menjadi lafadz Muhammad atau sebaliknya menjadi lafadz Allah, yang juga merupakan simbol struktur manusia yaitu :
Mim awal dari lafadz Muhammad menjadi kepala manusia.
Ha dari lafadz Muhammad menjadi dada manusia.
Mim akhir dari lafadz Muhammad menjadi pusar manusia.
Dal dari lafadz Muhammad menjadi kaki manusia.

6. MARTABAT MITSAl
Alam Mitsal adalah Martabat Manusia yang sudah mencapai derajat ma’rifatullah, artinya manusia tersebut sudah memiliki ilmu yang telah sampai ke tingkat mitsal yaitu yang sudah tahu asalnya dengan menyaksikan Cahaya Merah, Kuning, Hitam, dan Putih dengan mata batinnya.

7. MARTABAT INSAN KAMIL
Alam Insan Kamil adalah martabat manusia yang telah mencapai tingkat kesempurnaan baik lahir maupun batin sehingga apabila wafat nanti akan menyandang derajat Kamil Mukamil yang artinya kesempurnaan yang sempurna, hilang rasa dan hilang jasmaninya menjadi Dzat Laisa Kamitslihi lagi seperti pada waktu dahulu sebelum ia turun ke alam dunia atau dengan kata lain jika kita wafat kelak akan kembali ke sisi Allah atau Inna lillahi wa innailaihi raji’uun.

Berdasarkan Ajaran Martabat Alam Tujuh tersebut dapat kita simpulkan bahwa sebelum alam semesta ini diciptakan, telah ada Dzat Allah yang tidak diketahui hakikatnya oleh siapapun.Yang paling mengetahui Dzat Allah adalah Allah sendiri. Dzat ini dalam dunia tasawuf di istilahkan dengan Khanzan Al Makhfy (Permata Yang Tersembunyi). Dzat Allah tersebut merupakan Dzat yang tidak dapat diumpamakan atau disetarakan dengan apapun, sesuai firman Allah :

“Aku dahulu adalah permata yang tersembunyi, Aku rindu untuk dikenal, maka Aku ciptakan makhluk agar ia mengenal-Ku “. (Hadits Qudsi )
“…..tidak sesuatupun yang serupa dengan (Dzat) Dia…..”. (QS Asy Syura 42 : 11)
“Dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan (Dzat) Dia “. (QS Al Ikhlash 112 : 4)
Dikarenakan Dzat Allah tidak dapat diungkapkan dengan sesuatu apapun maka para ahli tasawuf memandang hakikat Dzat Allah ini dengan sesuatu yang tidak dapat disebut sesuai dengan firman Allah

“Bukankankah telah datang atas manusia suatu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang belum dapat disebut ? ”. (QS Al Insan 76 : 1)

Kemudian karena Dzat Allah ini ingin dikenal maka Dzat Allah ini menjadikan dirinya mempunyai Sifat agar dapat dikenali. Menurut para ahli tasawuf, Sifat dari Dzat Allah adalah Terang Benderang, sesuai dengan firman Allah :

“Dia-lah yang Awal dan yang Akhir, (dan Dia pula) yang Terang dan yang Tersembunyi “. (QS Al Hadid 57 : 3)

Dikarenakan Sifat dari Dzat Allah adalah Terang Benderang maka para ahli tasawuf menamakan Sifat Dzat-Nya dengan nama Cahaya atau An Nur. Jadi Nur Allah atau Cahaya Allah tersebut hakikatnya merupakan pancaran dari Dzat Allah. Keberadaan dari Nur Allah ini diinformasikan dalam Al Qur’an dan Hadits yaitu :

“Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya Allah seperti sebuah lubang kaca yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca dan kaca itu seakan-akan bintang yang bercahaya seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak pula disebelah baratnya, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas Cahaya. Allah akan menunjukkan Cahaya-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki (dan menghendaki Cahaya-Nya) dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan tersebut untuk manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu ”. (QS An Nur 24 : 35)
“Kaifa ro’aita robbaka ? Nurun ana ‘arohu “.
“Apakah engkau melihat Tuhanmu ? Cahaya, Sesungguhnya aku melihat-Nya “. (Al Hadits)
Cahaya dari Dzat Allah ini memancarkan Cahaya-Cahaya yang termanisfestasikan dalam Fi’il Allah yang dirangkum dalam Asma ul Husna yaitu 99 nama Allah yang terbaik. Jadi 99 Nama Allah itu hakikatnya merupakan Fi’il Allah di atas alam semesta ini yang bersumber dari pancaran Cahaya Dzat Allah. Setiap manusia ditempati fi’il Allah yang terangkum dalam Asma ul Husna, dengan kadar yang terbatas. Ke 99 Asmaul Husna inilah yang menjadi tolak ukur kecerdasan spiritual seseorang. Tingkatan Kecerdasan Spiritual tersebut dapat diukur dengan alat ukur berupa kuesioner yang dikembangkan oleh Ary Ginanjar Agustian, dalam bukunya yang berjudul ESQ Kecerdasan Emosi dan Spiritual (2004).

Berdasarkan uraian dan gambar tersebut di atas maka para ahli tasawuf mengambil satu kesimpulan bahwa hakikat dari Wujud Allah yang sesungguhnya adalah Nurun ‘Ala Nurin atau Cahaya di atas Cahaya. Para ahli tasawuf telah menyaksikan keberadaan Cahaya Allah tersebut dengan mata rohaninya ketika mereka beribadah kepada-Nya. Pengalaman inilah yang disebut dengan pengalaman musyahadah atau menyaksikan kehadiran Nur Ilahi dalam dirinya sehingga ia lebur dalam Lautan Cahaya Ilahi yang tak terbatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar